“Demi Allah, tidak beriman … Demi Allah, tidak beriman …. Demi Allah, tidak beriman …! Dikatakan kepada beliau, Sipa ia itu wahai Rasulullah? Rasulullan SAW menjawab, “yaitu orang yang tetangganya tidak aman gara-gara ulahnya.”
(H.R. Bukhari dari Abu Hurairah r.a)
Hadits Rasulullah SAW yang berisi peringatan ini mengajarkan ke segenap ummat untuk menelihara akhlakul kariman dalam berinteraksi sosial khususnya pada kehidupan bertetangga. Terwujudnya suatu hubungan bermasyarakat yang nyaman ditentukan oleh kebaikan hubungan bertetangga.
Tetangga seakan saudara terdekat dalam satu lingkungan. Sehingga baik buruknya bertetangga menjadi ukuran iman seseorang. Maka, “memelihara hubungan dengan tetangga termasuk bagian dari kesempurnaan iman”.
Hadist Rasulullah SAW menegaskan, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berlaku baik terhadap tetangganya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbicara yang baik atau diam saja.” (H. R. Muslim)
Hadits shahih ini menjadi asuhan kehidupan bermasyarakat dengan menekankan kepada berbuat baik pada tetangga, menghormati tamu, dan seorang mukmin tidak boleh berkata, kecuali dengan perkataan yang baik. Memuliakan tetangga dapat dilakukan dengan bersikap ihsan kepadanya menurut kemampuan yang dimiliki, seperti sering hadiah menghadiahi, memberi salam, menampakkan keceriaan dan wajah manis dengan ikhlas, serta saling membantu meringankan kesulitan yang sedanag dihadapi.
Di dalam ajaran Islam kewajiban bermasyarakaat amatlah luas, di antaranya hak tetangga, hak kerabat, hak sesama muslim dan hak sesama manusia walaupun bukan seorang muslim yang bukan pula kalangan kerabatnya. Seseorang dapat dikatakan “orang baik” apabila pergaulannya dan hubungan dengan tetangga di lingkungannya baik. Apabila tingkah polah dan perilakunya selalu meresahkan atau mengganggu tetangganya, maka dia akan sangat dibenci oleh Allah SWT. Demikian tegasnya Rasulullah SAW menyebutkan di dalam hadits beliau,
“Tidak dapat masuk sorga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya”. (H.R. Muslim)
Berdasarkan hadist di atas, jika ada tetangga yang mencela, seharusnya tidak membalas dengan celaan, dan bila ada tetangga yang menyakiti hati, tidaklah mesti berbalas dengan menyakiti hatinya. Semestinya segala urusan dikembalikan kepada Allah SWT sebagai penjaga dan pemelihara diri, jiwa dan kehormatan Dengan ini sikap pemaaf adalah paling utama.
Wasiat Rasulullah berkenaan masalah tetangga mesti diupayakan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, agar komuniotas lingkungan menjadi seperti sebuah keluarga yang kuat. Kehidupan bermasyaraakat dalam lingkungan muslim digambarkan sebagai batang tubuh yang satu. Manakala salah satu anggota tubuh itu sakit, maka anggota tubuh yang lain ikut merasakan bertanggang sebagai satu bentuk solidaritas yang spontan. Kehidupan masyarakatnya selalu diikat dengan sikap saling tolong-menolong, bahu membahu dalam kebaikan dan taqwa.
Dengan terlaksananya berat sepikul ringan sejinjing atau amar ma’ruf dan nahi munkar, maka terciptalah sebuah masyarakat yang rukun, damai, aman, sentosa dan harmonis yang selalu diikat dengan nilai sopan santun. Masyarakat sedemikian disebut “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur”.
Sayyidah Aisyah Radhiaallahu ‘anha mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda ;
“Silaturrahmi, berakhlak mulia serta bertetangga dengan baik akan membangun dunia dan memperpanjang usia”.(HR. Ahmad).
Di dalam bulan Ramadhan amat di anjurkan saling memberi perbukaan, saling menegur dengan baik, saling menjauhi perkataan kumuh dan bohong, agar terjaga hubungan bertetangga yang baik. Semoga Allah SWT selalu memberi kita kekuatan. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar